"Postingan ini merupakan kelanjutan dari tulisan yang sebelumnya, mengenai Resume Buku "Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata". Untuk yang belum membaca bagian satunya, bisa langsung klik di sini ya."
5. Upaya pembaruan hukum acara perdata dalam pembangunan hukum nasional
Menurut Bagir Manan, hukum nasional adalah hukum baru yang dibentuk sejak kemerdekaan Indonesia, termasuk bentuk dan peraturan UU. Mochtar kusumaatmadja, berpendapat bahwa sebaiknya dalam membangun hukum nasional, mengutamakan asas-asas yang umum diterima bangsa-bangsa tanpa meninggalkan asas-asas hukum asli atau hukum adat.
Pembangunan nasional meliputi juga pembangunan di bidang hukum karena hukum sebagai alat pembaharu masyarakat, tidak boleh ketinggalan dari proses perkembangan yang terjadi. Pembangunan hukum melalui pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan yang sifatnya hukum materiil guna mengimbangi kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Selain itu dalam bidang hukum formal (dalam hal ini hukum perdata) perlu mendapat perhatian pula.
Dengan melakukan pembaruan hukum acara perdata yang sudah ada, diharapkan dapat tercapai kepastian hukum, setidaknya dalam proses pembuktian perdata di pengadilan. Sampai sekarang hukum perdata yang berlaku bagi penduduk Indonesia masih berlaku 3 stelsel hukum, yaitu Hukum Perdata Barat, Hukum Adat, dan Hukum Islam. Untuk Hukum Acara Perdata msih berlaku hukum produk colonial Belanda, yaitu HIR/RBg dan beberapa peraturan lainnya.
6. Perkembangan alat bukti elektronik dalam pembaruan hukum acara perdata
Hukum perdata seabagai hukum formil mempunyai unsur materiil maupun formil. Unsur materiilnya adalah ketentuan yang mengatur tentang wewenang, misalnya hak pihak yang kalah atau tidak puas atas putusan hakim untuk banding, sedangkan unsur formil mengatur tentang cara menggunakan wewewnang tersebut seperti peraturan tentang bagaimana caranya mengajukan upaya hukum banding.
Perdagangan secara elektronik (e-commerce) yang semakin banyak terjadi, memberikan dampak negatif seperti kemungkinan timbulnya kerugian yang dialami oleh konsumen yang melakukan transaksi. Perkembangan e-commerce, juga membawa perubahan pada alat bukti dengan munculnya bukti dalam bentuk informasi atau dokumen elektronik.
Untuk masalah dokumen elektronik, Indonesia dapar berpedoman pada UNCITRAL (United nations Commissions on International Trade Law) Model Law On Electronic Commerce yang telah memberikan patokan nilai bahwa data elektronik harus diterima keabsahannya dan tidak dapat ditolak hanya semata-mata atas dasar pertimbangan bahwa data tersebut dibuat dan ditransmisikan secara elektronik.
Pasal 6 ayat (1) Model Law On Electronic Commerce tersebut, menyebutkan antara lain bahwa apabila hukum mensyaratkan bukti tertulis, bukti data message dapat memenuhi persyaratan itu. Ketentuan yang termuat dalam UNCITRAL (United nations Commissions on International Trade Law) Model Law On Electronic Commerce, bersifat tidak mengikat, yang dimaksudkan sebagai petunjuk awal dalam pembuatan hukum tentang �e-commerce di negara berkembang.
Pembentukan hukum acara perdata sebagai upaya pembaruan terhadap hukum acara perdata nasional, dirasakan sangat perlu terutama bagi kepentingan praktik peradilan untuk menunjang tercapainya kepastian hukum. Rencana pembentukan Hukum Acara Perdata Nasional ini telah lama diupayakan, sejak tahun 1987 telah diadakan symposium nasional mengenai rencana penyusunan Rancangan UU Tentang Hukum Acara Perdata yang diadakan di Yogyakarta. Kemudian tahun 1999 dilakukan penyusunan Rancangan UU yang sama di Jakarta. Selanjutnya penyusunan dan revisi terhadap Rancangan UU Hukum Acara Perdata dilanjutkan tahun 2003 sampai saat ini oleh tim penyusun dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan pada Departemen Hukum dan HAM-RI.
7. Implikasi perkembangan bukti elektronik terhadap sistem pembuktian dalam penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan di Indonesia
Tahap yang terpenting dalam proses penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan adalah pembuktian, melalui pembuktian maka para pihak berupaya untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa atau adanya hal ke hadapan hakim di persidangan.
Secara khusus, hukum pembuktian (Hukum Acara Perdata) di Indonesia belum mengakui dokumen elektronik/informasi elektronik serta hasil cetaknya sebagai alat bukti, padahal saat ini media elektronik telah banyak digunakan dalam kehidupan, salah satunya elektronik banking. Misalnya saja ketika seorang nasabah melakukan transaksi melalui mesin ATM, semua transaksi yang dilakukan akan dicatat secara elektronik oleh institusi keuangan atau bank bersangkutan.
8. Kedudukan alat bukti elektronik dalam pembuktian perdata Belanda
Mengenai alat bukti, diatur dalam Rv Pasal 156 sampai dengan Pasal 207, yang diatur secara berurutan yaitu: alat bukti tertulis (surat), alat bukti kesaksian, alat bukti keterangan saksi ahli, alat bukti pemeriksaan setempat dan penglihatan hakim secara langsung. Sejak tahun 1969, mulai dikenal dan diakui alat bukti yang diatur diluar Rv, misalnya: foto, film, gelombang suara, pengujian darah, dan lain-lain. Selain itu: rekaman gambar/video, microfilm, floppy dan compact discs, termasuk video conference dan teleconference.
Pada saat ini, dalam hukum acara perdata Belanda, pengajuan surat gugatan ke pengadilan dan penyampaian surat panggilan siding pada para pihak dapat dilakukan secara elektronik melalui fax atau e-mail. Pada tanggal 18 Mei 2001, Belanda mengatur secara resmi tentang tanda tangan elektronik dalam Dutch Electronic Signature Act (DESA). Peraturan mengenai tanda tangan elektronik ditambahkan pada BW melalui UU tanggal 8 Mei 2003 dengan Lembaran Negara Kerajaan Belanda Nomor 199/2003, sebagai pembaruan/penyesuaian terhadap BW dan EG (Pedoman Masyarakat Eropa) Nomor 93 Tahun 1999.
DESA menggambarkan tentang syarat-syarat apa yang harus dipenuhi agar dokumen elektronik dapat disamakan dengan dokumen tertulis, yaitu:
- jika dokumen itu dapat dibaca (dimengerti) oleh para pihak;
- jika kebenaran dari isi perjanjian tersebut dapat terjamin;
- jika waktu atau saat trjadinya perjanjian dapat ditentukan dengan pasti;
- jika identitas para pihak dapat ditentukan dengan pasti.
Sedangkan di Singapura alat bukti elektronik mulai dikenal sejak tahun 1960 dengan digunakannya rekaman audio (audio recordings) sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara persidangan. Pada tahun 1980 baik rekaman audio maupun rekaman video telah meningkat menggantikan tempat keterangan saksi mata. Dalam Crimical Justice Act Tahun 1988 pada bagian ke-32, saksi yang berada di luar United Kingdom dapat memberikan kesaksiannya melalui hubungan video (video link).
Proses penyelesaian perkara melalui pengadilan (proses litigasi) di Singapura sudah dilakukan secara elektronik (justice online system) dari mulai pengajuan perkara sampai kepada putusan dan proses upaya hukum. Justice Online merupakan layanan pengadilan yang dilakukan melalui internet, sehingga para pencari keadilan tidak perlu dating ke pengadilan untuk mengajukan gugatan atau melengkapi berkas perkara, pemaggilan untuk dating di pengadilan diperlukan untuk pemeriksaan kebenaran dokumen dan pembuktian dalam hal pemeriksaan saksi dan bukti-bukti.
Untuk melihat perbedaan pengaturan dan kedudukan alat bukti elektronik di Belanda, Singapura dan Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut:
No
|
Materi
|
Belanda
|
Singapura
|
Indonesia
|
1.
|
Cara pengaturan alat bukti
|
Tidak diatur secara limitatif dalam satu pasal melainkan tersebar dalam beberapa pasal.
|
Tidak diatur secara khusus akan tetapi tersebar di dalam beberapa peraturan ynag berasal dari putusan hakim (yurisprudensi).
|
Diatur secara limitatif dan berurutan dalam satu pasal.
|
2.
|
Bukti elektronik
|
1969 mulai dikenal dan diakui sebagai alat bukti: foto, film, gelombang suara, pengujian darah, rekaman gambar, mikrofilm, floppy dan compact disk, sebagai dokumen elektronik dan teleconference.
Mengenai alat bukti elektronik, telah diatur secara tegas bahwa bukti elektronik seperti cd-room, foto, gelombang suara, film dann yang berhubungan dengan komputer, termasuk ke dalam kelompok bukti tertulis.
|
Tahun 1960 mulai dikenal alat bukti elektronik dengan digunakannya rekaman video sebagai bukti di persidangan.
Bukti elektronik diatur dalam Civil Evidence Act’ 95, Evidence Act of Singapore’ 96. The Evidence Regulation’ 2005.
|
Mulai dikenal dengan adanya online trading dalam bursa efek, serta pengaturan mikrofilm dan sarana elektronik lainnya sebagai penyimpan data/dokumen perusahaan dalam UU No.8 Tahun 1997 dan UU No.11 Tahun 2008 Tentang ITE sebagai Hukum Materil.
Belum ada pengaturan alat bukti elektronik dalam tataran hukum formal (hukum acara).
|
3.
|
Sistem pembuktian perdata
|
Sejak 1998 pembuktian diatur dengan sistem pembuktian yang bersifat terbuka, tidak terikat pada alat bukti yang sudah ditentukan. Pembuktian dapat dilakukan dengan cara apapun kecuali undang-undang menentukan lain.
|
Menganut sistem pembuktian yang bersifat terbuka, bahwa pembuktian dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disepakati oleh hakim dan para pihak.
|
Menganut sistem pembuktian bersifat tertutup berdasarkan bukti yang tercantum dalam HIR/RBg. RUU Hukum acara pedata sudah dianut sistem pembuktian bersifat terbuka.
|
Judul Buku: Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata
Pengarang: Prof. Dr. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H.
Penerbit: PT. Refika Aditama
Tahun Terbit: Cetakan Kesatu, April 2017
Tebal Buku : x+176 halaman
ISBN : 978-602-6322-37-1