Peranan Digital Evidence (The Roles of Evidence)
Peranan Digital Evidence (The Roles of Evidence)
The Roles of Evidence
The Roles of Evidence
Sebelumnya, di postingan ini saya telah membahas pengertian bukti digital. Kali ini, saya akan melanjutkan membahas tentang peranan dari barang bukti (digital evidence) terhadap tindak kejahatan yang terjadi. Setiap barang bukti memiliki peranan masing-masing dalam mengungkap sebuah kasus. Ada yang fungsinya sebagai bukti yang utama, adapula yang hanya sebagai pendukung. Dalam Ilmu Forensika Digital dikenal dengan The Roles of Evidence.

Dalam bukunya, Angus Marshall (2008) yang berjudul Digital Forensics: Digital Evidence in Criminal Investigation, membedakan perangkat digital menjadi dua jenis, yaitu open system dan closed system. Open system maksudnya adalah sistem yang terhubung (terkoneksi) dengan jaringan internet, sedangkan closed system merupakan sistem yang tidak terhubung dengan jaringan internet. Seorang investigator harus tau dan paham dari barang bukti digital yang ditemukan, manakah yang termasuk open system dan closed system. Karena penanganan keduanya di TKP maupun pada saat analisis akan berbeda. 

Kemudian di dalam bukunya Marshall juga membagi bukti digital berdasarkan perannya, yaitu witness, tool, accomplice, victim, dan guardian. Kelima poin ini yang disebut sebagai The Roles of Evidence. Saya akan membahas kelima peranan barang bukti ini dengan menerapkannya langsung pada contoh kasus cybercrime yang ada di Indonesia. Sebelumnya, saya akan menjelaskan lima peranan barang bukti tersebut terlebih dahulu:
  1. Witness, maksudnya adalah barang bukti yang memiliki peran sebagai saksi, yang sifatnya pasif, tidak melakukan kontak langsung dengan kejadian (tidak terlibat). Namun, saksi memiliki sesuatu atau sebuah informasi yang berhubungan dengan kejadian. Dalam kasus digital, witness dapat dicontohkan seperti CCTV.
  2. Tool, maksudnya adalah bukti yang menyebabkan kegiatan tertentu, dalam konteks ini tindak kejahatan, menjadi lebih mudah. Namun, bukan termasuk bukti yang utama. Artinya, tanpa tool sebuah kejahatan tetap bisa terjadi, hanya saja dengan keberadaan tool tindak kejahatan dapat terjadi dengan lebih mudah.
  3. Accomplice, merupakan bukti yang utama, yang mendukung tindak kejahatan secara langsung. Tanpa bukti ini, sebuah kejahatan tidak akan terjadi.
  4. Victim, maksudnya adalah yang menjadi korban atau target dari sebuah kejahatan.
  5. Guardian, artinya penjaga. Dalam konteks ini maksudnya adalah keberadaannya berfungsi untuk menghentikan atau menggagalkan sebuah tindak kejahatan.

Contoh Kasus Pertama:
Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat. "FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012. Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy.

Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang. Kemudian, kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan dalan website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan transakasi jual beli online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana menggunakan kartu kredit di salah satu bank Amerika," kata dia. Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan klaim pembawaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR atau Haryo Brahmastyo. "Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR," kata Boy.

Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD. Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 junto Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Selain itu, polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010. [1]

Analisis Kasus - Bukti Digital dan Peranannya (The Roles Evidence):

Laptop, dapat berperan sebagai accomplice (yang utama). Karena sudah jelas dengan menggunakan laptop pelaku melakukan penipuan dengan memanfaatkan situs www.audiogone.com. Namun laptop bisa juga menjadi tool (pendukung), jika pelaku menggunakan barang bukti lain, seperti PC dan HP.
PC, sama seperti laptop, PC juga bisa berperan sebagai accomplice tapi juga bisa sebagai tool.
5 buah HP, dapat dikategorikan sebagai tool, hanya sebagai pendukung. Tanpa HP pun pelaku tetap bisa melakukan penipuannya. Untuk menghubungi korbannya, pelaku dapat menggunakan laptop/PC dengan mengirim e-mail.
Alat scanner, dalam kasus ini scanner berperan sebagai tool.

Contoh Kasus Kedua:
Pangkalpinang - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung mengungkap kasus penipuan dengan modus penyaluran pembantu rumah tangga secara online. Dalam pengungkapan tersebut, polisi menangkap pelaku bernama  Eka Wati Binti Rohimi, warga Jalan Sarangan Nomor 93, RT 004 RW 001, Kelurahan Karang Pandan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
"Kasus ini terungkap setelah korban atas nama Lina Apriana dan Lilis melapor ke Kepolisian Daerah Bangka Belitung. Mereka sudah menyetorkan uang untuk merekrut pembantu yang dipesan via online," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bangka Belitung Ajun Komisaris Besar Abdul Mun'im kepada wartawan, Senin, 14 November 2016.
Abdul berujar pelaku menjerat korban dengan membuat situs online tertentu. Korban yang tertarik kemudian menghubungi pelaku melalui BlackBerry Messenger (BBM) dengan pin 5FFBE11F serta nomor telepon 081294335785 dan 081291552482. Saat dihubungi korban, pelaku mengaku dari pihak CV Karya Bunda Mandiri atau yayasan penyalur pembantu dan suster.
Korban, tutur dia, kemudian memesan tiga pembantu rumah tangga dan mentransfer uang Rp 15,2 juta melalui rekening BCA bernomor 7640804631 atas nama Herman. Korban mengirim lagi uang sebesar Rp 4 juta ke rekening BRI dengan nomor 577601008306533 atas nama Yeni Yunita. "Namun, seusai pembayaran, pembantu rumah tangga yang dipesan korban tidak pernah dikirim pelaku," kata Abdul.
Menurut Abdul, polisi menyita barang bukti berupa telepon seluler bermerek Oppo Miror 5 dan ponsel Polytron yang digunakan pelaku untuk berkomunikasi dengan korban. Selain itu, polisi menyita satu power bank hasil kejahatan penipuan yang dilakukan tersangka.
Sedangkan alat bukti yang dimiliki penyidik adalah keterangan dua saksi pelapor dan dua admin situs online tersebut. Kesaksian lain adalah keterangan pemilik CV Karya Bunda Mandiri atas nama Ujang dan keterangan suami korban atas nama Supriawan.
Abdul menuturkan, dalam mengungkap kasus tersebut, polisi memiliki petunjuk berupa data transaksi debet pembelian laptop dan power bank dari Electronic City Daan Mogot oleh pelaku dua hari setelah uang ditransfer korban. Ada juga screenshoot komunikasi antara korban dan tersangka di BBM. "Data rekening juga menunjukkan secara jelas pola transaksi yang dikendalikan oleh tersangka. Tersangka sendiri mengakui perbuatannya," katanya.
Abdul berujar, posisi penyidik dan tersangka saat ini masih di Kepolisian Resor Kabupaten Malang. Tersangka dijerat Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar serta Pasal 378 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
"Kita imbau masyarakat lebih berhati-hati lagi dalam melakukan transaksi via online. Masyarakat yang menjadi korban atau yang mengetahui adanya tindak pidana dipersilakan untuk melapor," ucapnya. (14 November 2016).[2]

Analisis Kasus - Bukti Digital dan Peranannya (The Roles Evidence):

 Telepon seluler, berperan sebagai accomplice karena digunakan pelaku untuk menghubungi korban dan juga melakukan chat BBM dengan korban.
Power bank, hanya berperan sebagai tool, tanpa adanya power bank pun kejahatan tetap akan terjadi.
Screenshoot komunikasi BBM, dapat diasumsikan sebagai witness, dimana pada SS terdapat bukti percakapan antara pelaku dan korban, yang dapat dijadikan saksi utama bahwa kejahatan penipuan benar-benar terjadi.


Contoh Kasus Ketiga: 
Tim Alfa Force (TAF) Polresta Bogor Kota menggerebek rumah mewah di Bogor Nirwana Residence (BNR) yang digunakan sebagai kantor pengelolaan judi online. Polisi menangkap 24 orang serta menyita barang elektronik terkait judi online.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Ulung Sampurna Jaya mengatakan penggerebekan dilakukan setelah pihaknya mendapatkan informasi dari warga mengenai praktik judi di kawasan BNR.
"Kemudian Satreskrim melakukan penyelidikan dan menggerebek rumah itu. Saat didatangi, benar di dalam rumah sedang berlangsung praktik judi online. Ada operator yang sedang berkomunikasi secara online dengan pemasang judi dan ada beberapa orang dengan tugas lainnya," kata Ulung, Jumat (31/3/2017) malam.
Ulung menyebut sindikat judi online yang dibongkar juga punya jaringan dengan Manila. Namun belum ada warga negara asing yang ditangkap terkait pengungkapan judi online.
"Jadi ini memang melibatkan dua negara, tapi belum ada WN asing yang diamankan. Kita masih dalami kasusnya," kata Ulung.
Para pelaku--22 perempuan dan 2 laki-laki--masih menjalani pemeriksaan di Mapolresta Bogor Kota. Petugas kepolisian masih menelusuri terkait sepak terjang judi online yang dijalankan para pelaku.
"Untuk omzetnya berapa belum bisa disimpulkan. Kita masih dalami barang bukti dan keterangan mereka yang kita amankan," kata Ulung. Dari penggerebekan, polisi menyita 5 unit laptop, 44 unit telepon seluler, 3 unit CCTV, 1 printer, 3 meja, dan 30 kursi.[3]


Analisis Kasus - Bukti Digital dan Peranannya (The Roles Evidence):
Laptop, merupakan accomplice, yang berperan penting dalam kejahatan judi online ini.
Telepon seluler, berperan sebagai tool, sebagai alat komunikasi untuk melancarkan aksi pelaku.
CCTV, sudah jelas berperan sebagai witness, saksi pasif dari kegiatan yang para pelaku lakukan.
Printer, hanya berperan sebagai tool.


Demikianlah pembahasan kali ini mengenai peranan barang bukti, khususnya bukti digital. Semoga dengan saya cantumkan beberapa kasus, dapat membuat kita memahami bagaimana sebenarnya peran bukti digital.

Referensi:
Marshall, A. M. (2008). Digital Forensics : Digital Evidence in Criminal Investigation. British: A John Wiley & Sons, Ltd.

Sumber Kasus:
[1]-(www.news.viva.co.id)
[2]-(https://nasional.tempo.co/read/news/2016/11/14/058820054/polisi-ringkus-penipu-berkedok-agen-penyalur-pembantu)
[3]-(https://news.detik.com/berita/d-3462125/polisi-bongkar-judi-online-di-bogor-24-orang-ditangkap)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *